Senin, 20 Oktober 2014

Serat jingga di langit Arafura

main

Kilau keemasan di atas Laut Arafura sore itu membangunkan saya dari kelelahan. Cantik! Luar biasa menawan. Segaris cahaya merah muda, biru, kuning, abu-abu, dan ungu terangkaitegas pada garis cakrawala. Belum selesai mengagumi senjanya, guratan warna-warni pelangi tipis tiba-tiba melengkung manis dari balik awan. Magis dan membahagiakan. Bak tersirap rasa damai yang menyeruak, saya semakin jatuh hati dengan provinsi yang terletak di ujung selatan Indonesia ini. Ini dia Maluku Tenggara Barat (MTB). Beribukotakan Saumlaki di Pulau Yamdena dan terletak begitu dekat dengan benua Australia, provinsi ini punya daya tariknya sendiri. Saya melupakan sejenak agenda liburan berfasilitas high-class layaknya di Pulau Ora atau Raja Ampat. Saya melupakan pula agenda menyelam dan snorkeling di pantai-pantai indah berair tenang. di Saumlaki dan sekitarnya, saya belajar untuk menjadi penikmat alam sejati dengan destinasi yang lain dari biasanya. Sarat nilai kultural dan sarat kesederhanaan.

Di MTB, saya dibawa memahami kebudayaan masyarakat yang hampir punah, seperti kegiatan menenun. Kegiatan yang disinyalir hampir hilang di masyarakat Maluku itu sontak jadi sorotan pemerintah. Oleh sebab itu, kegiatan menenun pada akhirnya dialokasikan ke arah desa Kandar di Pulau Selaru dan desa Tumbur. Jika ingin melihat bagaimana kegiatan menenun ini berlangsung, mampirlah ke desa tersebut. Harga kain tenunnya pun beragam, dari 100.000 sampai 5.000.000 rupiah, tergantung ukuran dan bahan yang digunakan.

Peninggalan sejarah yang paling dijaga adalah bangunan megalitik berupa perahu batu yang menjadi simbol kehidupan masyarakat nelayan. Dalam konsep ini, mereka menganalogikan kehidupan sebagai sebuah perahu besar. Pemimpin adat digambarkan sebagai nahkoda dan penduduk lainnya seperti penumpang yang hanya mengikuti arahan sang nahkoda. Implementasi ini masih dijalankan hingga kini di beberapa daerah. Dalam upacara atau diskusi adat, formasi ini masih dilakukan. Untuk melihat peninggalan ini, saya mengarahkan tujuan ke Desa Sangliat. Dari sini, saya diberi pemandangan berupa birunya laut Arafura yang membentang sambil mengistirahatkan tubuh di atas hamparan pasir putih.

4

Untuk melihat peninggalan rumah asli masyarakat MTB, saya mengarah ke arah Desa Larolun. Desa mungil ini sangat bersih dan tertata apik. Pemandangannya pun tak kalah indah. Pohon-pohon kelapa yang menjulang ke angkasa dan debur ombak yang memecah di tepi desa akan menjadikan hari terasa lebih berkesan. Beruntung saya bisa mendapati anak-anak setempat yang sedang latihan menari dan bernyanyi di pinggir laut.

gambar2

Selain itu, saya menyempatkan diri mampir ke Desa Olilit lama. Di sana terdapat monumen peringatan 100 tahun masuknya Katolik ke Saumlaki yang ditandai dengan dua buah hasil karya penting yaitu monumen Pemberkatan Pertama dan Kristus Raja. Monumen Kristus Raja terbilang besar. Kokoh berdiri di perbukitan di tepian Lautan Arafura. Sambil mendaki ke atas, saya disuguhi pemandangan khas Nusantara Timur yang eksotis dan menggetarkan hati.

Dua hal yang paling membuat saya terpana : gumpalan awan terihat besar dan rendah sekali, seakan bisa digapai. Belum lagi hasil lautnya yang melimpah ditambah dengan hasil-hasil perkebunan yang begitu subur. Bunga pepaya, jeruk nipis, kelapa, singkong, hingga sagu, semuanya hasil kebun sendiri dan organik.

Tanah yang sangat subur menjadikan Maluku sebagai incaran para penjajah ribuan tahun silam. Cengkihnya berkualitas baik. Begitu pula dengan pala, kemiri dan sayur-sayuran. Tanpa gunung berapi, tanpa pembajakan tanah. Oleh sebab itu, meski laut kaya, sumber penghidupan utama masyarakat MTB masih datang dari hasil-hasil kebun. Tingkat mata pencahariannya pun demikian. Pekebun nomor satu, pelaut nomor dua. Menarik!

pemandangan dari resort

Ketika ingin melakukan island happing,  saya menjatuhkan pilihan pada moda transportasi laut bernama ketinting. Ketinting merupakan perhau bercadik dengan motor sebagai penggerak. Kecepatannya memang tidak sebanding dengan speed boat, namun dengan menaikinya, saya punya lebih banyak kesempatan menikmati selat-selat cantik yang terlewati serta melihat luasnya lautan biru jernih yang memukau. Saya pun menemukan pantai-pantai kecil yang tersembunyi di balik bebatuan raksasa sambil menyaksikan para nelayan memanen rumput laut.

Menuju Saumlaki :

  • Untuk rute pesawat, pilih Jakarta-Ambon, lanjut Ambon-Saumlaki dengan mencarter pesawat kecil. Duduklah di sisi jendela pesawat saat perjalanan Ambon-Saumlaki. Pulau-pulau yang terlewati akan membuat anda terpana.
  • Hamparan warna laut dan tepi pulau yang bersatu padu dengan bauran pasir putih akan memanjakan mata anda selama perjalanan.
  • Sewa mobil beserta supir yang bisa membawa anda ke mana saja. Jarak antardesa cukup berjauhan dan ketersediaan angkutan umum terbatas.
  • Jangan membawa uang koin, sebab uang ini tidak berlaku di sana.
  • Jika perlu informasi lebih lanjut mengenai tempat mana saja yang bisa dikunjungi selama di sana, dianjurkan untuk datang ke kantor Parekraf yang ada di jalan Sudirman untuk mendapatkan arahan yang lengkap.

Kuliner Saumlaki :

Makanan khas MTB hampir mirip dengan makanan Manado. Jika anda penggemar ikan bakar dabu-dabu, tumis bunga pepaya, atau sambal colo-colo, maka anda pasti akan tergila-gila dengan masakan MTB. Sempatkan membeli arak Maluku yang bernama Sopi. Ada beberapa jenis sopi, namun saya anjurkan untuk mencoba sopi yang dibuat dari sulingan air kelapa.

Diambil dari majalah Esquire Indonesia Oct 2014 hal.176-178